perempuan soleha |
Adalah Siska perempuan berusia lebih kurang 29 tahun, yang sudah hampir dua
tahun ini melakoni skenario hidupnya sebagai seorang istri dan juga seorang ibu
bagi bayinya yang belum genap setahun, Eko. Siska hanyalah pelakon dalam drama
kehidupan ini atas semua skenario yang telah dipilihkan Allah untuknya.
Ia tak dapat menggugat apalagi memberontak atas peran-perannya. Maka air
mata, ketakutan, kesedihan, perasaan terkhianati, rasa sakit hati, kecewa,
marah dan benci adalah miliknya.
Seyogyanya, Siska adalah perempuan yang paling berbahagia saat ini. Wajahnya
tidak buruk, kedua matanya berbinar penuh ceria dan memancarkan
keramah-tamahan, kulitnya putih, senyumnya tak pernah sepi dari bibir
mungilnya. Hanya badannya saja yang terlihat lebih gemuk karena postur badannya
yang pendek. Secara fisik ia tak mempunyai kekurangan apapun.
Siska juga dikaruniai seorang anak yang lucu dan menggemaskan hasil
pernikahannya dengan Sohel (nama samaran). Sohel merupakan seorang kontraktor
besar yang berasal dari Aceh Jaya, tepatnya dari Lamno. Selain itu ia juga
disebut-sebut sebagai anggota KPA wilayah tersebut.
Secara materi Siska juga tidak kekurangan apapun.
Meski sampai sekarang ia masih tinggal di rumah kontrakan, namun semua perabotan rumah tangganya lengkap. Sandang dan pangannya terpenuhi. Sohel memberinya uang belanja yang cukup kapan saja ia memerlukannya.
Meski sampai sekarang ia masih tinggal di rumah kontrakan, namun semua perabotan rumah tangganya lengkap. Sandang dan pangannya terpenuhi. Sohel memberinya uang belanja yang cukup kapan saja ia memerlukannya.
Namun, apa yang terlihat di luar bukanlah seperti apa sesungguhnya yang dialami
oleh Siska. Kebahagian dan keceriaan yang ia bangun hanyalah kamuflase untuk
menutupi cerita yang sebenarnya.
Ia nyaris tak pernah mendapatkan kebahagiaan dari pernikahannya itu.
Pernikahan yang baru seumur jagung tersebut terus menerus diwarnai keributan
dan pertengkaran, caci-maki dan cemooh. Tetapi, sebagai pemain di panggung
kehidupan ini Siska terlanjur menandatangi kontrak dengan Tuhan pada saat ia
dilahirkan.
Bila scenario tersebut dapat diubah, Siska ingin sekali meminta kepada Allah
agar ia tidak dipertemukan dengan Sohel. Agar semua kesakitan yang ia rasakan
selama satu setengah tahun ini tak pernah ada. Tetapi keterlanjuran dalam
kehidupan bukanlah seperti nasi yang telah menjadi bubur, yang tetap bisa
dinikmati dengan campuran kerupuk dan daging ayam. Keterlanjuran itu membawa
pada penyesalan yang berkepanjangan.
Beberapa tahun yang lalu secara tidak sengaja Siska mengenal Sohel. Tidak
ada yang mencolok dari sikap maupun perilaku Anwar sebagai seorang lelaki
dewasa. Usia mereka terpaut tujuh tahun. Di mata Siska Sohel adalah lelaki
dewasa yang begitu penyayang dan mampu mengayomi. Apalagi saat itu Siska baru
saja dikhianati oleh tunangannya, Susilo yang menjalin hubungan lain dengan
teman dekat Siska sendiri.
Kehadiran Sohel tentu saja seperti oase di tengah padang pasir kesakit
hatian Siska. Ia merasa telah menemukan orang yang mampu menjaga dan melindungi
dirinya. Dan ia juga menganggap Sohel sebagai penyelamat dari rasa kecewa yang
telah ditorehkan Susilo kepadanya.
Kebahagiaan itu bertambah-tambah ketika Sohel mengajak Siska untuk menikah.
Namun tidak seperti kebanyakan orang, Sohel mengajak Siska menikah secara sirri
saja. Saat itu Siska sama sekali tidak menaruh curiga atas permintaan Sohel.
Keberadaan orang tua Siska yang di Medan menjadi alasan jitu bagi Sohel. Dan,
atas nama cinta, Siskhttp://www.lintas.me/xhr/create_posta pun tak banyak Tanya. Ia menurut saja. Percaya lahir
batin kepada lelaki calon suaminya.
Hingga pada pertengahan Juni 2008 lalu, ketika Siska di bawa ke sebuah rumah
di kawasan Lhoknga, tempat mereka akan melakukan prosesi ijab Kabul, Siska
tetap tidak mempunyai firasat apapun.
Ia baru merasa seperti disambar petir ketika secara tidak sengaja melihat
kartu tanda pengenal milik Sohel. Selama ini Siska memang tidak pernah melihat
identitas diri Sohel secara langsung. Di situ ia melihat kalau status Sohel
sudah Menikah.
Langit seperti runtuh. Bumi seperti terbelah pada saat itu dan ia terperosok
ke dalamnya begitu jauh. Perasaannya sebagai perempuan tercabik-cabik. Harga
dirinya terjatuh. Ia dinikahi Sohel hanya untuk dijadikan istri ke dua. Istri
simpanan. Ia tertipu oleh kedewasaan dan sikap Sohel.
Tetapi hidup yang sebenarnya baru dimulai setelah prosesi ijab Kabul
tersebut. Ia mengambil alih peran utama. Ia berjuang sendirian. Merasakan
kesakitan sendirian. Tanpa Sohel. Karena sejak menikahinya sikap Sohel berubah.
Ia mulai jarang mengunjungi Siska secara rutin, dengan alasan untuk menjaga
kerahasiaan pernikahan mereka dari istri pertamanya. Siska terluka, tapi ia
tidak dapat melakukan apapun untuk mengeluarkan dirinya dari situasi itu.
Tak lama setelah itu Siska hamil. Sementara itu komunikasi dengan Sohel
lebih sering melalui telepon. Ia sering memberi tahu Sohel tentang berbagai
keluhan mengenai kehamilannya. Namun sikap Sohel acuh tak acuh. Ia hanya
mengunjungi Siska seminggu atau sebulan sekali, tergantung bila ada
keperluannya ke Banda Aceh.
Rasa jengkel dan cemburu mulai menghinggapi Siska, rasa ketidak adilan dari
suaminya semakin terasa. Ia merasa diabaikan, tidak dianggap sebagai istri. Ia
terluka.
Hingga tiba waktunya melahirkan, tepat 1 januari 2009 lalu. Siska
mempertaruhkan nyawanya seorang diri tanpa ditemani Sohel. Anaknya diazani
petugas klinik. Untuk yang kesekian kalinya ia tidak bisa protes pada apa yang
dialaminya.
Hari-hari setelah itu adalah hari-hari membahagiakan karena ia tidak lagi
sendirian. Ada Eko kini yang mengobati rasa sepinya. Pecah tangis bayinya
adalah obat tersendiri bagi Siska untuk mengobati luka hatinya. Seiring dengan
itu perasaan cinta kepada Sohel mulai memudar.
Tapi lagi-lagi Tuhan mengujinya, saat Eko berumur 5 bulan Rahma kembali
hamil. Tanpa ia duga-duga. Setelah ia memberi tahun Sohel, mereka malah
bertengkar. Sohel menuduh Siska tidak bisa menjaga dirinya. Sohel meminta agar Siska
menggugurkan kandungannya. Siska menolak. Sohel bersikeras. Mau tidak mau Siska
menuruti anjuran suaminya dengan meminum segala macam obat-obatan agar janinnya
jatuh. Tetapi rupanya obat-obatan itu tidak bereaksi.
Sejak Eko lahir, Sohel sama sekali tidak pernah menginap di rumah Siska.
Paling-paling ia hanya mengunjunginya dua jam seminggu. Dan itu membuat Siska
sangat terpukul. Siska sering protes akan sikap Sohel yang tidak adil dan
terkesan semena-mena, tetapi pertengkaran merupakan hasil akhir dari
penyampaian pendapat tersebut.
Tak jarang Sohel mengatakan perkataan-perkataan kasar dan kotor kepada Siska.
Begitu juga sebaliknya. Siska sama sekali sudah tak menaruh hormat pada
suaminya. Bila Sohel mengatakan Siska lonte yang kerap tidur dengan
lelaki lain, maka tanpa merasa bersalah Siska mengatakan Sohel sebagai anjing.
Hanya karena Ekolah Siska mempertahankan rumah tangganya yang sudah hancur.
Belum lagi terror demi terror yang Siska terima dari pihak keluarga istri Sohel.
Jiwanya makin terguncang. Siska depresi dan stress berat. Setiap kali ia
mengatakan hal itu kepada Sohel, Sohel sama sekali tidak pernah membelanya. Ia
kian tersudutkan sebagai seorang istri. Berbagai tudingan menyakitkan ditujukan
kepadanya.
Karena depresi yang terus menerus Siska mencoba bunuh diri dengan meminum
larutan pemutih pakaian. Tetapi beruntung masih selamat, namun karena
tindakannnya itu berdampak buruk bagi kehamilannya. Sejak itu ia sering
mengalami pendarahan. Kandungannya bermasalah.
Puncaknya saat hari raya Idul Adha yang lalu, Siska mengalami keguguran.
Kandungannya yang telah berusia tujuh bulan telah meninggal selama seminggu
dalam kandungan. Dengan berat hati ia merelakan kepergian calon bayinya
tersebut. Tetapi karena janinnya telah terbentuk, maka ia harus dikuburkan
sebagaimana jasad bayi lainnya. Siska memberi tahu Sohel tentang kondisinya
itu, ia berharap Sohel pulang dan menguburkan jasad anak mereka. Namun tanpa
merasa bertanggung jawab Sohel malah berasalah kalau anaknya di Lamno
kecelakaan.
Siska menunggu hingga tiga hari, sementara itu jasad bayinya ia masukkan ke
dalam kulkas untuk dibekukan. Ia masih berharap agar suaminya datang dan
menguburkan bayi mereka. Tetapi penantian itu sia-sia. Sohel tidak datang.
Padahal dari seorang teman Sohel, Siska tahu kalau anaknya tidak mengalami
kecelakaan sebagaimana yang dikatakan Sohel.
Dengan rasa sakit yang begitu nyeri dan rasa bersalah yang begitu besar,
akhirnya Siska menguburkan sendiri jasad anaknya sekedarnya saja. Tanpa
dimandikan jenazahnya dan tanpa dikafankan. Dan itupun dilakukannya di malam
hari agar tidak ada orang-orang yang mencurigainya. Siska sering merasa
ketakutan dan dihantui oleh baying-bayang anaknya.
ingatlah para suami-suami betapa sakitnya seorang perempuan tersebut betapa hancurnya. semoga kita semua tetap dalam perlindungan-NYA ALLAH SWT..
No comments:
Post a Comment