SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT BAGI SEMUA PENGUNJUNG

Friday 4 April 2014

Perempuan Teraniaya

perempuan soleha

Adalah Siska perempuan berusia lebih kurang 29 tahun, yang sudah hampir dua tahun ini melakoni skenario hidupnya sebagai seorang istri dan juga seorang ibu bagi bayinya yang belum genap setahun, Eko. Siska hanyalah pelakon dalam drama kehidupan ini atas semua skenario yang telah dipilihkan Allah untuknya.
Ia tak dapat menggugat apalagi memberontak atas peran-perannya. Maka air mata, ketakutan, kesedihan, perasaan terkhianati, rasa sakit hati, kecewa, marah dan benci adalah miliknya.
Seyogyanya, Siska adalah perempuan yang paling berbahagia saat ini. Wajahnya tidak buruk, kedua matanya berbinar penuh ceria dan memancarkan keramah-tamahan, kulitnya putih, senyumnya tak pernah sepi dari bibir mungilnya. Hanya badannya saja yang terlihat lebih gemuk karena postur badannya yang pendek. Secara fisik ia tak mempunyai kekurangan apapun.
Siska juga dikaruniai seorang anak yang lucu dan menggemaskan hasil pernikahannya dengan Sohel (nama samaran). Sohel merupakan seorang kontraktor besar yang berasal dari Aceh Jaya, tepatnya dari Lamno. Selain itu ia juga disebut-sebut sebagai anggota KPA wilayah tersebut.
Secara materi Siska juga tidak kekurangan apapun.
Meski sampai sekarang ia masih tinggal di rumah kontrakan, namun semua perabotan rumah tangganya lengkap. Sandang dan pangannya terpenuhi. Sohel memberinya uang belanja yang cukup kapan saja ia memerlukannya.
Namun, apa yang terlihat di luar bukanlah seperti apa sesungguhnya yang dialami oleh Siska. Kebahagian dan keceriaan yang ia bangun hanyalah kamuflase untuk menutupi cerita yang sebenarnya.
Ia nyaris tak pernah mendapatkan kebahagiaan dari pernikahannya itu. Pernikahan yang baru seumur jagung tersebut terus menerus diwarnai keributan dan pertengkaran, caci-maki dan cemooh. Tetapi, sebagai pemain di panggung kehidupan ini Siska terlanjur menandatangi kontrak dengan Tuhan pada saat ia dilahirkan.
Bila scenario tersebut dapat diubah, Siska ingin sekali meminta kepada Allah agar ia tidak dipertemukan dengan Sohel. Agar semua kesakitan yang ia rasakan selama satu setengah tahun ini tak pernah ada. Tetapi keterlanjuran dalam kehidupan bukanlah seperti nasi yang telah menjadi bubur, yang tetap bisa dinikmati dengan campuran kerupuk dan daging ayam. Keterlanjuran itu membawa pada penyesalan yang berkepanjangan.
Beberapa tahun yang lalu secara tidak sengaja Siska mengenal Sohel. Tidak ada yang mencolok dari sikap maupun perilaku Anwar sebagai seorang lelaki dewasa. Usia mereka terpaut tujuh tahun. Di mata Siska Sohel adalah lelaki dewasa yang begitu penyayang dan mampu mengayomi. Apalagi saat itu Siska baru saja dikhianati oleh tunangannya, Susilo yang menjalin hubungan lain dengan teman dekat Siska sendiri.
Kehadiran Sohel tentu saja seperti oase di tengah padang pasir kesakit hatian Siska. Ia merasa telah menemukan orang yang mampu menjaga dan melindungi dirinya. Dan ia juga menganggap Sohel sebagai penyelamat dari rasa kecewa yang telah ditorehkan Susilo kepadanya.
Kebahagiaan itu bertambah-tambah ketika Sohel mengajak Siska untuk menikah. Namun tidak seperti kebanyakan orang, Sohel mengajak Siska menikah secara sirri saja. Saat itu Siska sama sekali tidak menaruh curiga atas permintaan Sohel. Keberadaan orang tua Siska yang di Medan menjadi alasan jitu bagi Sohel. Dan, atas nama cinta, Siskhttp://www.lintas.me/xhr/create_posta pun tak banyak Tanya. Ia menurut saja. Percaya lahir batin kepada lelaki calon suaminya.
Hingga pada pertengahan Juni 2008 lalu, ketika Siska di bawa ke sebuah rumah di kawasan Lhoknga, tempat mereka akan melakukan prosesi ijab Kabul, Siska tetap tidak mempunyai firasat apapun.
Ia baru merasa seperti disambar petir ketika secara tidak sengaja melihat kartu tanda pengenal milik Sohel. Selama ini Siska memang tidak pernah melihat identitas diri Sohel secara langsung. Di situ ia melihat kalau status Sohel sudah Menikah.
Langit seperti runtuh. Bumi seperti terbelah pada saat itu dan ia terperosok ke dalamnya begitu jauh. Perasaannya sebagai perempuan tercabik-cabik. Harga dirinya terjatuh. Ia dinikahi Sohel hanya untuk dijadikan istri ke dua. Istri simpanan. Ia tertipu oleh kedewasaan dan sikap Sohel.
Tetapi hidup yang sebenarnya baru dimulai setelah prosesi ijab Kabul tersebut. Ia mengambil alih peran utama. Ia berjuang sendirian. Merasakan kesakitan sendirian. Tanpa Sohel. Karena sejak menikahinya sikap Sohel berubah. Ia mulai jarang mengunjungi Siska secara rutin, dengan alasan untuk menjaga kerahasiaan pernikahan mereka dari istri pertamanya. Siska terluka, tapi ia tidak dapat melakukan apapun untuk mengeluarkan dirinya dari situasi itu.
Tak lama setelah itu Siska hamil. Sementara itu komunikasi dengan Sohel lebih sering melalui telepon. Ia sering memberi tahu Sohel tentang berbagai keluhan mengenai kehamilannya. Namun sikap Sohel acuh tak acuh. Ia hanya mengunjungi Siska seminggu atau sebulan sekali, tergantung bila ada keperluannya ke Banda Aceh.
Rasa jengkel dan cemburu mulai menghinggapi Siska, rasa ketidak adilan dari suaminya semakin terasa. Ia merasa diabaikan, tidak dianggap sebagai istri. Ia terluka.
Hingga tiba waktunya melahirkan, tepat 1 januari 2009 lalu. Siska mempertaruhkan nyawanya seorang diri tanpa ditemani Sohel. Anaknya diazani petugas klinik. Untuk yang kesekian kalinya ia tidak bisa protes pada apa yang dialaminya.
Hari-hari setelah itu adalah hari-hari membahagiakan karena ia tidak lagi sendirian. Ada Eko kini yang mengobati rasa sepinya. Pecah tangis bayinya adalah obat tersendiri bagi Siska untuk mengobati luka hatinya. Seiring dengan itu perasaan cinta kepada Sohel mulai memudar.
Tapi lagi-lagi Tuhan mengujinya, saat Eko berumur 5 bulan Rahma kembali hamil. Tanpa ia duga-duga. Setelah ia memberi tahun Sohel, mereka malah bertengkar. Sohel menuduh Siska tidak bisa menjaga dirinya. Sohel meminta agar Siska menggugurkan kandungannya. Siska menolak. Sohel bersikeras. Mau tidak mau Siska menuruti anjuran suaminya dengan meminum segala macam obat-obatan agar janinnya jatuh. Tetapi rupanya obat-obatan itu tidak bereaksi.
Sejak Eko lahir, Sohel sama sekali tidak pernah menginap di rumah Siska. Paling-paling ia hanya mengunjunginya dua jam seminggu. Dan itu membuat Siska sangat terpukul. Siska sering protes akan sikap Sohel yang tidak adil dan terkesan semena-mena, tetapi pertengkaran merupakan hasil akhir dari penyampaian pendapat tersebut.
Tak jarang Sohel mengatakan perkataan-perkataan kasar dan kotor kepada Siska. Begitu juga sebaliknya. Siska sama sekali sudah tak menaruh hormat pada suaminya. Bila Sohel mengatakan Siska lonte yang kerap tidur dengan lelaki lain, maka tanpa merasa bersalah Siska mengatakan Sohel sebagai anjing. Hanya karena Ekolah Siska mempertahankan rumah tangganya yang sudah hancur.
Belum lagi terror demi terror yang Siska terima dari pihak keluarga istri Sohel. Jiwanya makin terguncang. Siska depresi dan stress berat. Setiap kali ia mengatakan hal itu kepada Sohel, Sohel sama sekali tidak pernah membelanya. Ia kian tersudutkan sebagai seorang istri. Berbagai tudingan menyakitkan ditujukan kepadanya.
Karena depresi yang terus menerus Siska mencoba bunuh diri dengan meminum larutan pemutih pakaian. Tetapi beruntung masih selamat, namun karena tindakannnya itu berdampak buruk bagi kehamilannya. Sejak itu ia sering mengalami pendarahan. Kandungannya bermasalah.
Puncaknya saat hari raya Idul Adha yang lalu, Siska mengalami keguguran. Kandungannya yang telah berusia tujuh bulan telah meninggal selama seminggu dalam kandungan. Dengan berat hati ia merelakan kepergian calon bayinya tersebut. Tetapi karena janinnya telah terbentuk, maka ia harus dikuburkan sebagaimana jasad bayi lainnya. Siska memberi tahu Sohel tentang kondisinya itu, ia berharap Sohel pulang dan menguburkan jasad anak mereka. Namun tanpa merasa bertanggung jawab Sohel malah berasalah kalau anaknya di Lamno kecelakaan.
Siska menunggu hingga tiga hari, sementara itu jasad bayinya ia masukkan ke dalam kulkas untuk dibekukan. Ia masih berharap agar suaminya datang dan menguburkan bayi mereka. Tetapi penantian itu sia-sia. Sohel tidak datang. Padahal dari seorang teman Sohel, Siska tahu kalau anaknya tidak mengalami kecelakaan sebagaimana yang dikatakan Sohel.
Dengan rasa sakit yang begitu nyeri dan rasa bersalah yang begitu besar, akhirnya Siska menguburkan sendiri jasad anaknya sekedarnya saja. Tanpa dimandikan jenazahnya dan tanpa dikafankan. Dan itupun dilakukannya di malam hari agar tidak ada orang-orang yang mencurigainya. Siska sering merasa ketakutan dan dihantui oleh baying-bayang anaknya.

ingatlah para suami-suami betapa sakitnya seorang perempuan tersebut betapa hancurnya. semoga kita semua tetap dalam perlindungan-NYA ALLAH SWT..

No comments:

Post a Comment

KLIK