SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT BAGI SEMUA PENGUNJUNG

Monday 29 September 2014

Ada Apa dengan Hati?

Berbicara tentang cinta berarti berbicara tentang aneka keindahan dan kesenangan hidup di dunia. Jatuh cinta itu wajar ketika ditanggapi oleh hal-hal yang tidak dimurkai Allah. Cinta juga tidak melulu pada lawan jenis, tapi cinta juga bisa dimaknai dengan ketertarikan seseorang kepada suatu objek baik itu berupa benda hidup ataupun benda mati, seperti yang tercantum pada QS. Ali Imran ayat 14 yang berbunyi, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
Redaksi ayat di atas menegaskan bahwa dalam tiap diri manusia telah ditanam benih-benih cinta yang sewaktu-waktu bisa tumbuh ketika menemukan kecocokan jiwa. Cinta dalam Islam tidak dilarang, bahkan cinta merupakan anugerah yang harus disyukuri dengan mengekspresikan dan membinanya sesuai norma-etik syariat sehingga arah cinta tetap lurus menuju ridla-Nya.
Salah satu kecintaan pada anak adalah kisah Nabi Ibrahim dan Bunda Hajar pada Ismail. Ketika Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya, Bunda Hajar tidak sama sekali melayangkan protes. Sebagai Ibu yang sangat menyayangi anaknya, ia (tetap) sadar bahwa pemilik Ismail yang sejati hanyalah Allah. Dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, ia merelakan Ismail untuk dijadikan sesembelihan. Bunda Hajar memang bukan wanita biasa. Ia adalah sosok wanita yang luar biasa. Jangan sampai karena kecintaan kepada sang anak menjadikan manusia lupa akan kebesaran Ilahi. Ketika kita lebih mencintai dunia, termasuk sang anak, lebih dari cinta kita kepada Allah maka tunggulah keputusan-Nya. Cinta Bunda Hajar pada Ismail membuat kekuatan yang luar biasa untuk bisa berlari bukti Shafa Marwah selama 7 kali karena melihat Ismail kehausan hingga akhirnya sumber air keluar dari pukul kaki Ismail.
Sebaliknya, ketika cinta atau kecintaan kepada makhluk, benda, bisnis serta ragam kesenangan dunia yang lain tidak disandarkan kepada Allah dan rasul-Nya sehingga melalaikannya untuk beribadah kepada Allah SWT niscaya akan tersebar fitnah dan bencana di atas muka bumi. Cinta seorang Fir’aun terhadap tahta menjadikannya penguasa yang semena-mena terhadap rakyatnya, cinta Qarun terhadap harta menjadikannya lupa bersyukur, cinta Qabil terhadap wanita yang bukan menjadi haknya telah membutakan matanya sehingga harus membunuh saudaranya. Di saat inilah cinta mengubah suka cita menjadi nestapa, mengubah amanat menjadi khianat, dan akhirnya mengubah nikmat menjadi laknat.
Lalu bagaimana kita mengetahui bahwa cinta kita merupakan suatu kebaikan atau suatu keburukan? Masyarakat Rabbani selalu menjadikan Allah sebagai ukuran kebaikan.
Menikah; solusi bagi para pemuda untuk menyikapi rasa cinta kepada lawan jenis.
“Tidak ada solusi bagi dua orang yang saling mencintai selain menikah.”
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
Pernikahan merupakan suatu hal yang perlu dipersiapkan, antara lain:
  1. Persiapan Maliyah (harta)
Islam tidak menghendaki kita untuk berpikiran secara materialistis, yaitu hidup yang hanya berorientasi pada materi. Namun, bagi seorang calon suami, yang akan mengemban amanah sebagai kepala keluarga, maka diutamakan dan diupayakan adanya kesiapan calon suami untuk menafkahi bagi istri dan keluarganya nanti. Untuk wanita, diperlukan juga kesiapan untuk mengelola keuangan keluarganya nanti. Insya Allah bila suami berikhtiar untuk menafkahi keluarga dengan sebaik-baiknya, maka Allah SWT akan mencukupkan rejeki kepadanya.
”Dan nikahkanlah orang-orang yang membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur: 32).
  1. Persiapan Ilmu
Hal yang perlu dipersiapkan adalah memperjelas visi pernikahan. Untuk apa kita menikah. Visi yang jelas dan juga sama antara calon suami dan isteri insya Allah akan melanggengkan pernikahan. Banyak orang yang menikah hanya karena cinta, atau mengikuti tradisi masyarakat. Bisa juga karena malu karena sudah cukup umur tetapi masih belum juga menuju pelaminan. Alasan-alasan seperti ini tidak memiliki akar yang jelas. Bisa juga menjadi sangat rapuh ketika memasuki bahtera rumah tangga, dan akhirnya hancur ketika badai rumah tangga datang menerjang.
Sebagai muslim yang memiliki rujukan hidup yang jelas, tentu kita tahu bahwa menikah itu karena ibadah. Visi pernikahan dalam Islam adalah menimba banyak pahala melalui aktivitas berumah tangga. Menjauhkan diri dan keluarga dari api neraka, dan akhirnya berusaha meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Bila seseorang memiki visi seperti ini insya Allah hari-hari yang dilaluinya setelah menikah akan berusaha dihadapi sesuai dengan hukum-hukum Islam.
Ilmu yang lain yang harus diketahui adalah tentang hukum-hukum pernikahan. Seperti tentang rukun nikah, yaitu mempelai pria dan wanita, dua orang saksi, wali dari pihak perempuan dan ijab kabul. Bila sudah terpenuhi semuanya, insya Allah pernikahan menjadi sah secara agama.
  1. Persiapan Jasadiyah (Fisik)
Yang terakhir yang tidak kalah penting dalah mempersiapkan tubuh kita untuk memasuki dunia pernikahan. Mengetahui alat-alat reproduksi wanita dan cara kerjanya sangat penting bagi kita. Memeriksa kesehatan alat-alat reproduksi juga penting agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan setelah menikah.
Selain itu juga kita harus mengetahui tentang seks yang sehat. Banyak orang yang sudah menikah tapi tidak tahu bagaimana berhubungan seks dengan sehat dan menyenangkan bagi masing-masing pasangan. Hal ini penting karena merupakan bagian dari kunci kebahagiaan dalam berumah tangga.
Jika belum mampu mempersiapkan ketiga hal tersebut, maka yang perlu dilakukan adalah mempersiapkannya bukan memikirkan siapa jodoh kita. Alangkah indah bagi dua insan yang mampu menjaga kesucan hati, yang menikah dengan hati yang masih suci. Oleh karena itu, bagi yang masih sendiri mari sibukkan diri. Selalu libatkan Allah dalam segala hal, termasuk cinta. Tempatkan cinta kepada Allah di atas segalanya.
[1] Uraian dari Kajian Akhlaq oleh Ustadz Nizam dan Ustadzah Floweria

No comments:

Post a Comment

KLIK