Berbicara tentang cinta berarti berbicara tentang aneka keindahan dan
kesenangan hidup di dunia. Jatuh cinta itu wajar ketika ditanggapi oleh
hal-hal yang tidak dimurkai Allah. Cinta juga tidak melulu pada lawan
jenis, tapi cinta juga bisa dimaknai dengan ketertarikan seseorang
kepada suatu objek baik itu berupa benda hidup ataupun benda mati,
seperti yang tercantum pada QS. Ali Imran ayat 14 yang berbunyi, “Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,
yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang
baik (surga).”
Redaksi ayat di atas menegaskan bahwa dalam
tiap diri manusia telah ditanam benih-benih cinta yang sewaktu-waktu
bisa tumbuh ketika menemukan kecocokan jiwa. Cinta dalam Islam tidak
dilarang, bahkan cinta merupakan anugerah yang harus disyukuri dengan
mengekspresikan dan membinanya sesuai norma-etik syariat sehingga arah
cinta tetap lurus menuju ridla-Nya.
Salah satu kecintaan pada anak
adalah kisah Nabi Ibrahim dan Bunda Hajar pada Ismail. Ketika Allah SWT
memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya, Bunda Hajar
tidak sama sekali melayangkan protes. Sebagai Ibu yang sangat menyayangi
anaknya, ia (tetap) sadar bahwa pemilik Ismail yang sejati hanyalah
Allah. Dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, ia merelakan Ismail untuk
dijadikan sesembelihan. Bunda Hajar memang bukan wanita biasa. Ia adalah
sosok wanita yang luar biasa. Jangan sampai karena kecintaan kepada
sang anak menjadikan manusia lupa akan kebesaran Ilahi. Ketika kita
lebih mencintai dunia, termasuk sang anak, lebih dari cinta kita kepada
Allah maka tunggulah keputusan-Nya. Cinta Bunda Hajar pada Ismail
membuat kekuatan yang luar biasa untuk bisa berlari bukti Shafa Marwah
selama 7 kali karena melihat Ismail kehausan hingga akhirnya sumber air
keluar dari pukul kaki Ismail.
Sebaliknya, ketika cinta atau
kecintaan kepada makhluk, benda, bisnis serta ragam kesenangan dunia
yang lain tidak disandarkan kepada Allah dan rasul-Nya sehingga
melalaikannya untuk beribadah kepada Allah SWT niscaya akan tersebar
fitnah dan bencana di atas muka bumi. Cinta seorang Fir’aun terhadap
tahta menjadikannya penguasa yang semena-mena terhadap rakyatnya, cinta
Qarun terhadap harta menjadikannya lupa bersyukur, cinta Qabil terhadap
wanita yang bukan menjadi haknya telah membutakan matanya sehingga harus
membunuh saudaranya. Di saat inilah cinta mengubah suka cita menjadi
nestapa, mengubah amanat menjadi khianat, dan akhirnya mengubah nikmat
menjadi laknat.
Lalu bagaimana kita mengetahui bahwa cinta kita
merupakan suatu kebaikan atau suatu keburukan? Masyarakat Rabbani selalu
menjadikan Allah sebagai ukuran kebaikan.
“Tidak ada solusi bagi dua orang yang saling mencintai selain menikah.”
“Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
Pernikahan merupakan suatu hal yang perlu dipersiapkan, antara lain:
- Persiapan Maliyah (harta)
Islam
tidak menghendaki kita untuk berpikiran secara materialistis, yaitu
hidup yang hanya berorientasi pada materi. Namun, bagi seorang calon
suami, yang akan mengemban amanah sebagai kepala keluarga, maka
diutamakan dan diupayakan adanya kesiapan calon suami untuk menafkahi
bagi istri dan keluarganya nanti. Untuk wanita, diperlukan juga kesiapan
untuk mengelola keuangan keluarganya nanti. Insya Allah bila suami
berikhtiar untuk menafkahi keluarga dengan sebaik-baiknya, maka Allah
SWT akan mencukupkan rejeki kepadanya.
”Dan nikahkanlah
orang-orang yang membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang
layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan.
Jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan mereka dengan
kurnia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(QS. An Nur: 32).
- Persiapan Ilmu
Hal
yang perlu dipersiapkan adalah memperjelas visi pernikahan. Untuk apa
kita menikah. Visi yang jelas dan juga sama antara calon suami dan
isteri insya Allah akan melanggengkan pernikahan. Banyak orang yang
menikah hanya karena cinta, atau mengikuti tradisi masyarakat. Bisa juga
karena malu karena sudah cukup umur tetapi masih belum juga menuju
pelaminan. Alasan-alasan seperti ini tidak memiliki akar yang jelas.
Bisa juga menjadi sangat rapuh ketika memasuki bahtera rumah tangga, dan
akhirnya hancur ketika badai rumah tangga datang menerjang.
Sebagai
muslim yang memiliki rujukan hidup yang jelas, tentu kita tahu bahwa
menikah itu karena ibadah. Visi pernikahan dalam Islam adalah menimba
banyak pahala melalui aktivitas berumah tangga. Menjauhkan diri dan
keluarga dari api neraka, dan akhirnya berusaha meraih kebahagiaan di
dunia dan di akhirat. Bila seseorang memiki visi seperti ini insya Allah
hari-hari yang dilaluinya setelah menikah akan berusaha dihadapi sesuai
dengan hukum-hukum Islam.
Ilmu yang lain yang harus diketahui
adalah tentang hukum-hukum pernikahan. Seperti tentang rukun nikah,
yaitu mempelai pria dan wanita, dua orang saksi, wali dari pihak
perempuan dan ijab kabul. Bila sudah terpenuhi semuanya, insya Allah
pernikahan menjadi sah secara agama.
- Persiapan Jasadiyah (Fisik)
Yang
terakhir yang tidak kalah penting dalah mempersiapkan tubuh kita untuk
memasuki dunia pernikahan. Mengetahui alat-alat reproduksi wanita dan
cara kerjanya sangat penting bagi kita. Memeriksa kesehatan alat-alat
reproduksi juga penting agar terhindar dari hal-hal yang tidak
diinginkan setelah menikah.
Selain itu juga kita harus mengetahui tentang seks yang sehat. Banyak orang yang sudah menikah tapi tidak tahu bagaimana berhubungan seks dengan sehat dan menyenangkan bagi masing-masing pasangan. Hal ini penting karena merupakan bagian dari kunci kebahagiaan dalam berumah tangga.
Selain itu juga kita harus mengetahui tentang seks yang sehat. Banyak orang yang sudah menikah tapi tidak tahu bagaimana berhubungan seks dengan sehat dan menyenangkan bagi masing-masing pasangan. Hal ini penting karena merupakan bagian dari kunci kebahagiaan dalam berumah tangga.
Jika belum mampu
mempersiapkan ketiga hal tersebut, maka yang perlu dilakukan adalah
mempersiapkannya bukan memikirkan siapa jodoh kita. Alangkah indah bagi
dua insan yang mampu menjaga kesucan hati, yang menikah dengan hati yang
masih suci. Oleh karena itu, bagi yang masih sendiri mari sibukkan
diri. Selalu libatkan Allah dalam segala hal, termasuk cinta. Tempatkan
cinta kepada Allah di atas segalanya.
[1] Uraian dari Kajian Akhlaq oleh Ustadz Nizam dan Ustadzah Floweria
No comments:
Post a Comment