Peristiwa
ini sekaligus menjadi pembelajaran bagi kita semua, khususnya para
muslimah berhijab. Bagaimana jika kita didera masalah yang begitu pelik?
Atau bagaimana jika kita berada dalam kondisi terpuruk? Apakah kita
akan seperti dia yang lantas membuka hijabnya? Astagfirullahaladzim, semoga tidak.
Lepas
hijab bukanlah solusi, dan camkan itu dalam hati. Karena lepas hijab
takkan menyelesaikan semua permasalahan hidup yang tengah dihadapi.
Justru hanya menambah masalah baru yang jauh lebih besar lagi.
Ketika
kita memutuskan melepas hijab yang selama ini menutupi aurat kita,
pasti keluarga, saudara, tetanga akan mempertanyakannya dan jangan lupa
bahwa Allah akan meminta pertanggungjawaban juga. Lantas apa yang harus
kita lakukan saat beban hidup seolah tak kuasa lagi dihadapi?
Berkacalah
pada wanita Palestina, yang bahkan ketika tidur tak pernah melepas
hijabnya. Mereka takut jika sewaktu-waktu bom atau rudal israel
mensyahidahkan mereka, lalu menghadap Allah dalam keadaan terlihat
auratnya. Wanita palestina yang hidup di tengah kondisi perang, harus
merelakan suami dan anak mereka kehilangan nyawa. Mereka bertahan hidup
dengan mengungsi di tempat penampungan yang juga kerap kali menjadi
sasaran rudal Israel. Bukan tidak mungkin besok atau lusa mereka yang
akan menjadi korban berikutnya.
Berkacalah dari muslimah Rohingya,
yang tetap memegang teguh hijab sebagai identitas keislamannya walau
penindasan, pemerkosaan dan pembunuhan terus dilakukan para ekstrimis
budha. Mereka hidup dalam ketakutan. Tak jarang mereka bersembunyi di
got atau parit kotor yang penuh dengan air comberan berwarna hitam
pekat, yang bau busuknya begitu menusuk hidung, untuk menghindar dari
kekejaman orang-orang tak berperikemanusiaan.
Berkacalah dari
muslimah Suriah, jangankan mempertahankan hijabnya, menyebut asma Allah
saja, penjara dan siksaan yang didapatnya. Mereka yang mempertahankan
keislamannya kini hidup di bawah reruntuhan gedung tanpa listrik dan
kebutuhan memadai. Tak heran jika ulama di sana menghalalkan kucing dan
anjing untuk dimakan, karena tak ada lagi yang bisa mengganjal perut
untuk mempertahankan hidup.
Berkacalah dari muslimah Perancis,
yang tak rela menukar kemuliaan hijab dan purdahnya dengan kebebasan
membayar denda yang telah ditetapkan pemerintahnya. Uang yang mereka
bayarkan tentunya tak seberapa bila dibandingkan dengan kenikmatan
syurga yang Allah janjikan.
Dan berkacalah pada adik-adik SMP dan SMA di Bali yang harus siap menerima peringatan atau bahkan Drop Out
dari sekolahnya dengan alasan membawa atribut keagamaan lewat hijabnya.
Sungguh miris, Indonesia yang merupakan negara Islam terbesar di dunia,
ternyata memiliki aturan larangan hijab di salah satu provinsinya.
Saat
hidup terasa berat untuk dijalani, berkacalah dari mereka yang tak
pernah rela menggadaikan kemuliaan hijabnya walau penindasan, kekerasan,
pemerkosaan, dan bahkan pembunuhan kerap mengancam hidup mereka.
Adakah
masalah kita lebih besar dari masalah mereka? Apakah beban hidup kita
lebih berat dari beban hidup mereka? Sungguh tak ada apa-apanya.
No comments:
Post a Comment