Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa
Barakatuh. Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa
‘Ala Aalihi wa Shahbihi wa Man waalah, wa ba’d:
Secara umum, berdoa jika terpenuhi
adab-adabnya dan sebab-sebab terkabulkannya, Insya Allah akan Allah Ta’ala
kabulkan, di waktu kapan pun itu. Sesuai janji-Nya: ud’uni astajib
lakum (berdoalah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan). Oleh karenanya,
jawaban ini bukan semata-mata konteks Ramadhan, tetapi kami bahas secara
global: adab, sebab ditolak, momen mustajab berdoa, dan orang spesial yang
doanya dikabulkan.
1. Adab-Adab Berdoa
Dalam keadaan merendahkan diri. Hal
ini sesuai hadits:
Dari Anas bin Malik Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
كَمْ مِنْ أَشْعَثَ أَغْبَرَ ذِي
طِمْرَيْنِ لَا يُؤْبَهُ لَهُ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ
“Berapa banyak orang yang pakaiannya
kusut dan berdebu yang sudah usang, doanya tidak ditolak, dan seandainya dia
bersumpah kepada Allah, Dia menerima sumpahnya.” (HR. At Tirmidzi No. 3854,
katanya: hasan. Ahmad No. 12476. Abu Ya’la No. 3987. Syaikh Al
Albani menshahihkan dalam Shahihul Jami’ No. 4573. Syaikh
Syu’aib Al Arnauth menshahihkannya dalam tahqiq terhadap Musnad
Ahmad No. 12476)
2. Menengadahkan kedua tangan
Dari Salman Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إنَّ ربكم تبارك وتعالى حَيِيٌّ كريم
يستحي من عبده إذا رفع يديه إليه أن يردهما صفراً
“Sesungguhnya Rabb kalian Tabaraka
wa Ta’ala yang Maha Pemalu, merasa malu terhadap hamba-Nya jika dia
mengangkat kedua tangannya kepada-Nya, dia mengembalikan kedua tangannya dalam
keadaan kosong.” (HR. At Tirmidzi No. 3556, katanya: hasan gharib.
Abu Daud No. 1488, Ibnu Majah No. 3856. Al Baihaqi dalam As Sunan Al
Kubra No. 2965. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1830,
katanya: sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim. Dishahihkan Syaikh Al
Albani dalam Shahihul Jami’ No. 1757)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al
‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan:
ومد اليدين إلى السماء من أسباب إجابة
الدعاء،كما جاء في الحديث: إنَّ اللهَ حَيِيٌّ كَرِيْمٌ يَسْتَحِييْ مِنْ عَبْدِهِ
إِذَا رَفعَ يَديْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرَاً
“Membentangkan kedua tangan ke
langit termasuk sebab dikabulkannya doa, sebagaimana hadits: Sesungguhnya Allah
Yang Maha Malu dan Mulia, merasa malu terhadap hamba-Nya jika dia mengangkat
kedua tangannya kepada-Nya lalu dia mengembalikan keduanya dalam keadaan
kosong.” (Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 138)
Banyak sekali riwayat shahih yang
menceritakan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkat
kedua tangannya ketika berdoa. Baik yang terlihat ketiaknya seperti ketika
istisqa dan terbunuhnya paman Abu Musa Al Asy’ari, atau mengangkat tangan biasa
saja. Kenyataan ini membuat Imam Bukhari berpendapat bahwa mengangkat kedua
tangan ketika berdoa adalah mutlak dilakukan doa kapan pun.
Berkata Imam Abdurrahman Al
Mubarkafuri Rahimahullah:
وَلِذَلِكَ اِسْتَدَلَّ الْبُخَارِيُّ
فِي كِتَابِ الدَّعَوَاتِ بِهَذَا الْحَدِيثِ عَلَى جَوَازِ رَفْعِ الْيَدَيْنِ
فِي مُطْلَقِ الدُّعَاءِ .
Oleh karenanya, Imam Bukhari
berdalil dengan hadits ini (hadits tentang istisqa) dalam kitab Ad
Da’awat atas kebolehan mengangkat kedua tangan secara mutlak (umum)
ketika berdoa.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/201-202. Cet. 2. Maktabah As
Salafiyah, Madinah Al Munawarah)
Al Hafizh Ibnu Hajar telah
mengumpulkan dalam Fathul Bari, bahwa Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam mengangkat tangan ketika berdoa dalam berbagai
kesempatan, di antaranya doa ketika gerhana, doa nabi untuk Utsman, doa nabi
untuk Sa’ad bin ‘Ubadah, doa nabi ketika Fathul Makkah, doa nabi
untuk umatnya, doa nabi ketika memboncengi Usamah, dan lainnya. Semuanya dengan
sanad shahih dan jayyid, dan menyebutkan bahwa
nabi mengangkat kedua tangannya ketika melakukan doa-doa tersebut. (Fathul
Bari, 11/142)
3. Menghadap Kiblat dan
Mengulang-ulang doa
Hal ini pernah dicontohkan oleh
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika menjelang
pertempuran Badar. Dengan menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya,
Beliau berdoa:
اللهم! أنجز لي ما وعدتني. اللهم! آت
ما وعدتني. اللهم! إن تهلك هذه العصابة من أهل الإسلام لا تعبد في الأرض
“Ya Allah! Penuhilah untukku apa
yang Kau janjikan kepadaku. Ya Allah! Berikan apa yang telah Kau janjikan
kepadaku. Ya Allah! jika Engkau biarkan pasukan Islam ini binasa, … maka tidak
ada lagi yang menyembah-Mu di muka bumi.”
Beliau senantiasa berdoa dengan
suara tinggi seperti itu dan menggerakkan kedua tangannya yang sedang
menengadah dan menghadap kiblat, sampai-sampai selendang yang dibawanya jatuh
dari pundaknya. Lalu Abu Bakar menghampirinya dan meletakkan kembali selendang
itu di pundaknya dan dia terus berada di belakangnya. Lalu Abu Bakar Radhiallahu
‘Anhu berkata:
يا نبي الله! كذاك مناشدتك ربك. فإنه
سينجز لك ما وعدك
“Wahai Nabi Allah! Inilah sumpahmu
kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia akan memenuhi apa yang dijanjikan-Nya
kepadamu.”
Lalu turunlah firman Allah Ta’ala:
إذ تستغيثون ربكم فاستجاب لكم أني
ممدكم بألف من الملائكة مردفين
“(Ingatlah), ketika kamu memohon
pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku
akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang
berturut-turut.” (QS. Al Anfal (8): 9). (HR.
Muslim No. 1763, At Tirmidzi No. 5075, Ibnu Hibban No. 4793. Ahmad No. 208,
Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 7/95)
Juga dalam Shahih Bukhari, Kitab
Al Jum’ah Bab Al istisqa’ fil Masjid Al Jami’, bahwa Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam berdoa diulang tiga kali ketika meminta turun
hujan: “Allahumma isqinaa (Ya Allah turunkanlah kami hujan).”
4. Mendahului dengan pujian kepada
Allah Ta’ala dan bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Fadhalah bin ‘Ubaid berkata, bahwa
Nabi Shallallahu ‘Alaihi was Sallam mendengar seorang
laki-laki berdoa dalam shalatnya, tapi dia tidak memuji Allah dan tidak
bershalawat kepadanya, lalu Beliau memanggilnya dan berkata kepada dia dan
lainnya:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ
بِتَحْمِيدِ رَبِّهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ، ثُمَّ لِيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ،
ثُمَّ لِيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ
Jika kalian berdoa
mulailah dengan memuji Rabbnya lalu bershalawat kepada Nabi, lalu berdoalah
setelah itu sesukanya. (HR.
At Tirmidzi, katanya: hasan shahih. 3477, Ahmad No. 23937, Al
Hakim, No. 840, katanya: shahih sesuai syarat Imam Muslim.
Disepakati oleh Imam Adz Dzahabi dalam At Talkhish. Syaikh Syu’aib
Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Taliq Musnad Ahmad No.
23937)
5. Khusyu’, Mantapkan Hati, Penuh
Harap, Percaya Diri
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي
الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang
baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah
orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (Al-Anbiya: 90)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لاَ يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ، اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي إِنْ شِئْتَ،
لِيَعْزِمِ المَسْأَلَةَ، فَإِنَّهُ لاَ مُكْرِهَ لَهُ
Janganlah kamu berdoa: “Ya Allah
ampunilah aku jika Engkau mau, rahmatilah aku jika Engkau mau,” hendaknya
dia mantapkan hati atas doanya itu karena sesungguhnya Allah tidaklah dipaksa
oleh doanya itu. (HR. Bukhari No. 6339, 7477, Muslim No. 2679)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu
Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ادعوا الله وأنتم موقنون بالإجابة
واعلموا أن الله لا يستجيب دعاء من قلب غافل لاه
Berdoalah kepada Allah dan kalian
meyakininya akan dikabulkan, ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa
dari hati yang lalai dan lengah. (HR.
At Tirmidzi No. 3479, Al Hakim No. 1817, Al Bazzar No. 10061, Al
Kharaithy, I’tilal Al Qulub, No. 5, Ath Thabarani, Al Awsath,
No. 5109. Sanad hadits ini dhaif (lemah) namun memiliki
beberapa jalur riwayat yang menguatkannya, sehingga para ulama menghasankannya,
seperti Syaikh Abdul Qadir Al Arnauth (Raudhatul
Muhadditsin No. 4861), Syaikh Al Albani (Shahihul Jami’ No.
245), Al Mundziri (At Targhib wat Tarhib, 2/491-492), Al Haitsami
(Majma’ Az Zawaid, 10/148) )
6. Melirihkan suara, sedang-sedang
saja, jangan mengeraskan suara kecuali jika ada alasan syar’i
Allah Ta’ala berfirman:
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا
وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan
berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas.” (QS.
Al A’raf: 55)
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا
تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا
“Janganlah kalian mengeraskan doa
kalian dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara
kedua itu.” (QS. Al-Isra: 110)
Inilah adab dasar dalam berdoa yaitu
dilirihkan suaranya, seperti ketika berdoa sendiri-sendiri. Namun, dibolehkan
dikeraskan suara, jika ada kebutuhan seperti berdoa ketika khutbah Jum’at dan
‘Id, istisqa, qunut nazilah, atau seseorang berdoa yang diikuti jamaah ,
sebagaimana dicontohkan dalam beberapa riwayat shahih berikut.
Umar bin Al Khathab Radhiallahu
‘Anhu menceritakan keadaan menjelang perang Badar, katanya:
لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ نَظَرَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمُشْرِكِينَ وَهُمْ
أَلْفٌ وَأَصْحَابُهُ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَتِسْعَةَ عَشَرَ رَجُلًا فَاسْتَقْبَلَ
نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ ثُمَّ مَدَّ
يَدَيْهِ فَجَعَلَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي……
“Di hari ketika perang Badr,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memandangi kaum
musyrikin yang berjumlah 1000 pasukan, sedangkan sahabat-sahabatnya 319 orang.
Lalu Nabiyullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghadap
kiblat, kemudian dia menengadahkan kedua tangannya lalu dia berteriak memanggil
Rabbnya: Ya Allah! Penuhilah untukku apa yang Kau janjikan
kepadaku …… (HR. Muslim No. 1763)
Al Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:
وَفِيهِ: اِسْتِحْبَاب اِسْتِقْبَال
الْقِبْلَة فِي الدُّعَاء وَرَفْع الْيَدَيْنِ فِيهِ ، وَأَنَّهُ لَا بَأْس
بِرَفْعِ الصَّوْت فِي الدُّعَاء .
“Dalam hadits ini disunahkan
menghadap ke kiblat ketika berdoa dan mengangkat kedua tangan, dan tidak
apa-apa meninggikan suara ketika doa.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim,
6/213. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Dalam Shahih Bukhari, Anas
bin Malik Radhiallahu ‘Anhu berkata:
أَتَى رَجُلٌ أَعْرَابِيٌّ مِنْ
أَهْلِ الْبَدْوِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْمَاشِيَةُ هَلَكَ الْعِيَالُ
هَلَكَ النَّاسُ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَدَيْهِ يَدْعُو وَرَفَعَ النَّاسُ أَيْدِيَهُمْ مَعَهُ يَدْعُونَ
“Datang seorang laki-laki Arab
Pedalaman, penduduk Badui, kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam pada hari Jumat. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, ternak kami
telah binasa, begitu pula famili kami dan orang-orang.” Maka, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallm mengangkat kedua tangannya, dia berdoa, dan manusia
ikut mengangkat kedua tangan mereka bersamanya ikut berdoa.” (HR. Bukhari No.
983)
7. Mengutamakan doa-doa Ma’tsur
Hendaknya kita berdoa lebih
mengutamakan doa-doa ma’tsur, yaitu kalimat doa yang berasal
dari Al Quran dan As Sunah. Tetapi boleh saja kita menggunakan doa buatan
manusia, terkait hajat dunianya, walau doa ma’tsur lebih
utama.
Para ulama mengatakan:
ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى
جَوَازِ كُل دُعَاءٍ دُنْيَوِيٍّ وَأُخْرَوِيٍّ، وَلَكِنَّ الدُّعَاءَ بِالْمَأْثُورِ
أَفْضَل مِنْ غَيْرِهِ.
Mayoritas ahli fiqih berpendapat
bolehnya semua bentuk doa duniawi dan ukhrawi, tetapi doa yang ma’tsur lebih
utama dibanding selainnya. (Raudhatut
Thalibin, 1/265, Asna Al Mathalib, 1/16)
Orang-Orang Spesial Yang Doanya
Dikabulkan
Dalam hal ini kami akan berikan
beberapa contoh, sebagaimana tertera dalam beberapa hadits berikut:
Pertama. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Ada
tiga manusia yang doa mereka tidak akan ditolak: 1. Doa orang yang berpuasa
sampai dia berbuka, 2. Pemimpin yang adil, 3. Doa orang yang dizalimi. (HR.
At Tirmidzi No. 2526, 3598, katanya: hasan. Ibnu Hibban No. 7387,
Imam Ibnul Mulqin mengatakan: “hadits ini shahih.” Lihat Badrul
Munir, 5/152. Dishahihkan oleh Imam Al Baihaqi. Lihat Shahih Kunuz
As sunnah An Nabawiyah, 1/85. Sementara Syaikh Al Albani mendhaifkannya.
Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2526)
Kedua. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ
دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى
وَلَدِهِ
“Ada tiga doa yang dikabulkan: Doa
orang yang dizalimi, doanya musafir, dan doa orang tua untuk anaknya.” (HR. At Tirmidzi No. 1905, 3448, katanya: hasan.
Abu Daud No. 1536, Ibnu Majah No. 3862, dan ini menurut lafaz At Tirmidzi.
Syaikh Al Albani menghasankan dalam berbagai kitabnya, seperti Shahihul
Jami’ No. 3030, 3031, 3032, 3033. Shahih wa Dhaif Sunan At
Tirmidzi No. 1905. Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 1536, Shahih
wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3862, Shahih At Targhib wat
Tarhib No. 1655, 2226, 3132. As Silsilah Ash Shahihah No.
596)
Ketiga. Dari Ibnu Umar Radhiallahu
‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الغَازِي فِي سَبِيْلِ اللهِ
وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمَرُ وَفْدُ اللهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوْهُ وَسَأَلُوْهُ
فَأَعْطَاهُمْ .
“Orang yang berperang dijalan Allah,
haji, dan umrah, adalah duta-duta Allah, jika mereka berdoa Allah akan
mengabulkannya, jika mereka meminta, Allah akan memberinya.” (HR. Ibnu Majah
No. 2893, hadits ini hasan. Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No.
2893)
Dalam tiga hadits ini, ada banyak
orang yang doanya tidak akan ditolak:
- Doa orang yang sedang puasa (baik sunah atau wajib)
- Pemimpin yang adil
- Doa orang yang dizalimi (ini dua kali disebut dalam hadits di atas)
- Doa musafir
- Doa orang tua kepada anaknya
- Mujahid fi sabilillah
- Orang yang sedang umrah
- Orang yang sedang menunaikan haji
Waktu dan Momen Mustajab untuk
Berdoa
Agama ini telah menginfokan
waktu-waktu istimewa untuk berdoa, yang dengannya berdoa akan dikabulkan. Di
antaranya sebagai contohnya adalah berikut ini:
Pertama. Dari Abu Umamah Radhiallahu ‘Anhu, beliau
berkata:
أيُّ الدُّعاء أسمعُ؟ قال صلّى الله
عليه وسلّم: «جوف الليل، وأدبار الصلوات المكتوبة»
“Doa manakah yang paling didengar?
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Doa pada
sepertiga malam terakhir, dan setelah shalat wajib.” (HR. At Tirmidzi, No. 3499.
Syaikh Al Albani menghasankan hadits ini, Shahih wa Dhaif Sunan At
Tirmidzi, No. 3499)
Kedua. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ينزل الله تعالى كل ليلة إلى السماء
الدنيا حين يبقى ثلث الليل الأخير فيقول عز وجل: من يدعونى فأستجب له، من يسألنى
فأعطيه، من يستغفرنى فأغفر له
“Allah turun ke langit dunia
setiap malam, ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Allah berfirman, ‘Siapa
yang berdoa kepada-Ku, Aku kabulkan, siapa yang meminta, akan Aku beri, dan
siapa yang memohon ampunan pasti Aku ampuni’.” (HR. Bukhari No. 1145, dan
Muslim No. 758)
Ketiga. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ
رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Posisi paling dekat antara hamba
dengan Rabbnya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah kalian
berdoa.” (HR. Muslim No. 482)
Keempat. Dari Abu Hurairah Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ أَبْوَابَ السَّمَاءِ تُفْتَحُ
عِنْدَ زَحْفِ الصُّفُوفِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَعِنْدَ نُزُولِ الْغَيْثِ،
وَعِنْدَ الإِقَامَةِ لِلصَّلاةِ الْمَكْتُوبَةِ، فَاغْتَنِمُوا الدُّعَاءَ
Sesungguhnya pintu-pintu langit
dibuka ketika perang fi sabilillah berkecamuk, turunnya hujan, ketika shalat
wajib, maka banyaklah berdoa saat itu. (HR.
Al Baghawi, Syarhus Sunnah No. 429)
Kelima. Dari Abu Umamah Radhiallahu
‘Anhu, dia mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
تُفْتَحُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ،
وَيُسْتَجَابُ الدُّعَاءُ فِي أَرْبَعَةِ مَوَاطِنَ: عِنْدَ الْتِقَاءِ الصُّفُوفِ
فِي سَبِيلِ اللهِ، وَعِنْدَ نُزُولِ الْغَيْثِ، وَعِنْدَ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ،
وَعِنْدَ رُؤْيَةِ الْكَعْبَةِ
Dibukanya pintu-pintu langit dan
dikabulkannya doa ada empat keadaan: ketika berperang fi sabilillah bertemu
barisan musuh, turunnya hujan, ketika berdirinya shalat, dan ketika melihat
Ka’bah. (HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir No. 7713, Al
Baihaqi, As Sunan Al Kabir No. 6460, juga Ma’rifatus
Sunan wal Aatsar No. 7239)
Dari lima hadits di atas ada, ada
informasi kita dapatkan bahwa ada beberapa momen dikabulkannya doa:
- Serpertiga malam terakhir
- Ketika shalat
- Ketika sujud
- Setelah shalat [1]
- Ketika berperang
- Turunnya hujan
- Melihat Ka’bah
Khusus Doa-Doa dan Wirid Ramadhan
Berikut ini beberapa doa yang
memiliki riwayat dalam sunah yang shahih atau hasan ketika
bulan Ramadhan atau berpuasa.
Pertama. Berdoa di waktu berbuka puasa juga diajarkan oleh Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam Berikut ini adalah doanya: “Adalah Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, jika sedang berbuka puasa dia membaca:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ
الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dzahaba Azh Zhama’u wab talatil
‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah.” (HR. Abu Daud No. 2357, Al Baihaqi
dalam As Sunan Al Kubra No. 7922, Ad Daruquthni, 2/185,
katanya: “isnadnya hasan.” An Nasa’i dalam As sunan Al Kubra No.
3329, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1536, katanya: “Shahih
sesuai syarat Bukhari- Muslim”. Al Bazzar No. 4395. Dihasankan Syaikh
Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 4678)
Kedua. Bacaan ketika Lailatul Qadar.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْقُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا
أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ
الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Dari ‘Aisyah dia berkata “Aku
berkata: Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui bahwa pada suatu
malam adalah Lailatul Qadar, apa yang aku katakan?” Beliau menjawab:
“Ucapkanlah, ‘Allahumma innaka ‘afuwwun karim tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni.”
(HR. At Tirmidzi No. 3513, At Tirmidzi berkata: hasan shahih. Ibnu
Majah No. 3850. Syaikh Al Albani menshahihkannya. Lihat As Silsilah Ash
Shahihah No. 3337, Shahihul Jami’ No. 4423, dan
lainnya)
Kita tidak mengetahui datang
pastinya Lailatul Qadar, maka untuk antisipasi tidak mengapa dibaca tiap malam.
Ketiga. Dari Abdurrahman bin Abza, dari ayahnya, katanya:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوتِرُ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى، وَقُلْ يَا
أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، وَإِذَا أَرَادَ أَنْ
يَنْصَرِفَ مِنَ الْوِتْرِ قَالَ: سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ ” ثَلَاثَ
مَرَّاتٍ، ثُمَّ يَرْفَعُ صَوْتَهُ فِي الثَّالِثَة
Dahulu witirnya nabi dengan
membaca Sabbihisma Rabbikal A’la, Qul Yaa ayyuhal kaafirun,
dan Qul Huwallahu Ahad. Jika sudah selesai dari witirnya, Beliau
membaca: “Subhaanal Malikil Qudduus” sebanyak tiga kali, dan
dia meninggikan suaranya pada bacaan yang ketiga. (HR. Ahmad No. 15361, Syaikh
Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Ta’liq Musnad
Ahmad No. 15361)
Demikian. Wallahu A’lam.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/06/30/53874/bagaimana-supaya-doa-kita-di-bulan-ramadhan-dikabulkan/#ixzz3F2sl7Ojr
No comments:
Post a Comment